Beberapa bulan terakhir ini, kita disuguhkan dengan berita tentang RUU Cipta Kerja Omnibus Law yang penuh dengan pro dan kontra. Selama itu pulalah sudah diupayakan untuk musyawarah mencari titik temu, tapi belum juga ada kata sepakat antara pemerintah dan pihak buruh. Bahkan diwarnai demo besar-besaran yang melibatkan ribuan bahkan ratusan buruh di skala nasional.
Dan sepertinya aksi demo buruh dalam rangka menolak RUU Omnibus Law Cipta Kerja (khususnya) klaster Ketenagakerjaan belum akan selesai. Mereka masih bersikukuh untuk menentang disahkannya RUU yang disebut juga undang-undang sapu jagat itu. Padahal berbagai upaya sosialisasi sudah dilakukan supaya para pekerja memahami tujuan pemerintah semata-mata untuk kesejahteraan mereka
POIN YANG DITOLAK
BURUH
Mogok
nasional yang sudah sering mereka lakukan itu adalah satu bentuk protes buruh
terhadap pembahasan RUU Cipta Kerja yang dinilai lebih memihak dan
menguntungkan pengusaha. Seperti poin berikut ini yaitu dibebaskannya
penggunaan buruh kontrak dan outsourcing di semua jenis pekerjaan dan tanpa batasan
waktu, dihilangkannya Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK), hingga
pengurangan nilai pesangon.
“Sejak awal kami meminta agar pelindungan minimal kaum buruh yang ada di Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan jangan dikurangi. Tetapi faktanya Omnibus Law mengurangi hak-hak buruh yang ada di dalam undang-undang eksisting.” ujar Said Iqbal selaku Presiden KSPI (28/09/2020).
Sedangkan
menurut Ketua Umum KASBI - Nining Elitos, RUU Cipta Kerja kali ini tidak jauh
beda dengan usul revisi UU 13/2003 yang diupayakan sejak tahun 2006 tapi juga
di tolak oleh para buruh. Menurut dia dalam revisi tersebut ada banyak hak
buruh yang di hapus atau tidak berlaku. Misalnya soal Pemutusan Hubungan Kerja
(PHK).
“Para Karyawan Tetap yang sudah puluhan tahun bekerja, tidak akan lepas dari ancaman. Turunnya jumlah pesangon secara drastis atau bahkan di hapus. Jelas akan membuat para pengusaha tidak perlu berpikir untuk memecat karyawannya. Karyawan akan bekerja tanpa posisi tawar.”jelas Nining.
PEMBAHASAN
RUU CIPTA KERJA SUDAH TUNTAS.
Klaster Ketenagakerjaan
RUU Cipta Kerja sudah dituntaskan pembahasannya oleh pemerintah dan Badan
Legislasi (Baleg) DPR. Meskipun pembahasan tersebut akhirnya rampung setelah
melalui diskusi yang cukup alot, karena melihat dari banyaknya pro kontra yang bermunculan
serta demo-demo para buruh.
Seperti yang disampaikan oleh Anggota Legislasi – Firman Subagio (28/09) bahwa soal pesangon, upah minimum dan jaminan kehilangan pekerjaan semuanya sudah diketok palu dan tuntas dibahas. Seluruh fraksi sudah setuju dan poin-poin tersebut juga sudah mendapat masukan dari elemen terkait mulai dari pemerintah, DPR, Serikat Pekerja dan Pengusaha.
Firman juga
menambahkan bahwa pemerintah dan DPR yang telah mendapat masukan dari para
stakeholder, akhirnya menyetujui pesangon tetap ada dengan jumlah 32 kali gaji.
Rinciannya, 23 kali ditanggung oleh pemberi kerja dan pengusaha. Sedangkan
sisanya ditanggung oleh pemerintah. Seperti Undang-undang existing atau yang
berlaku sekarang, pesangon tetap 32 kali gaji.
Adapun Upah Minimum
Kabupaten (UMK) telah disepakati pemerintah dan DPR untuk tetap dijalankan
dengan syarat atau kriteria tertentu. UMK juga tetap ada menyesuaikan inflasi
dan tidak dikelompokkan secara sektoral. Selain itu, UMK tetap ada dengan dasar
perhitungan pertumbuhan dan inflasi daerah.
Sedangkan menurut Ketua Baleg DPR – Supratman Andi Agtas bahwa sebenarnya RUU ini dibuat agar menjamin upah yang paling tinggi itu tidak turun. Justru Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) dirancang untuk memberikan jaminan kepastian dan perlindungan kepada para pekerja, termasuk pekerja outsoursing.
Hal lain yang
disetujui dalam klaster ketenagakerjaan adalah soal Jaminan kehilangan
Pekerjaan, Jaminan Hari Tua, dan Jaminan Kecelakaan Kerja. Semua jaminan
kehilangan pekerjaan ini, pada intinya disetujui untuk tetap disubsidi melalui
upah dengan menggunakan data BPJS Ketenagakerjaan. Pelaksanaan Jaminan
Kehilangan Pekerjaan tetap menjadi tanggungan yang diambil oleh pemerintah.
Iuran kepesertaan juga akan tetap disubsidi dan ditanggung pemerintah, yang
realisasinya bisa di atur sebagai bagian dari iuran BPJS Ketenagakerjaan.
RENCANA DEMO BESAR-BESARAN
Sedangkan
Serikat Pekerja sepakat untuk tetap melaksanakan aksi mogok nasional yang akan
dilakukan selama 3 hari berturut-turut mulai 06 Oktober dan diakhiri 08 Oktober
2020 saat sidang paripurna.
Rencana
sasaran aksi buruh adalah di sekitar Istana Negara, Kantor Menko Perekonomian,
Kantor Menteri Ketenagakerjaan dan Gedung DPR RI. Sedangkan untuk yang di
daerah, aksi akan dipusatkan di kantor Gubernur dan Gedung DPRD setempat.
Karena bersamaan dengan sidang paripurna yang akan mengesahkan RUU Cipta Kerja
pada tanggal 08 Oktober 2020.
Selain mogok
nasional dengan menghentikan proses produksi di tingkat pabrik, puluhan ribu
buruh se-Jawa juga akan melakukan demonstrasi di Gedung DPR RI selama
berlangsungnya sidang paripurna.
Semoga demo
berjalan aman tanpa kegaduhan apalagi muncul korban. Karena sebenarnya tujuan
kedua belah pihak adalah untuk mencari titik temu, supaya tidak ada yang merasa dirugikan. Yang jelas, Omnibus Law RUU Cipta Kerja khususnya Klaster Ketenagakerjaan diciptakan untuk kebaikan semua pihak.
Sumber :
https://tirto.id/mengapa-buruh-menolak-ruu-cipta-lapangan-kerja-eszH
Mungkin bisa dirembuk bareng melibatkan pekerja n serikat buruh, klo g salah mereka merasa omnibus ini dibuat tanpa melibatkan mereka. Mungkin mereka kuatir aspirasi hanya dari pemerintah n pengusaha yg diakomodasi disini
ReplyDeleteTetep sih menurutku komunikasi publik pemerintah soal hal2 semacam ini masih sangat perlu diperbaiki, biar ga tiap bikin RUU didemo mulu
Pernah jadi karyawan, dan pernah juga nggrundel soal gaji yg tidak sesuai UMK namun tetap dibatin bareng rekan2 kerja yg lain. Soalnya dah syukur bisa kerja gitu. Apalagi di desa,Karena tempat kerjaku bukanlah PT, jadi misal ada apa-apa gitu trkait cara kerja, jam kerja, uang, ya jadi bahan obrlan gitu, Meski begitu tetap dapat pesangon dan juga dapat BPJS utk karyawan lama maupun yg sudah berkeluarga.
ReplyDeleteMenyikapi Omnibus Law, harusnya bukan memberatkan salahsatu pihak,tapi, juga bisa dibicarakan baik-baik dg mendengarkan aspirasi dari para buruh tsb.
Semoga, di tanggal 8 Oktober mendatang, Demo bisa berjalan dengan tertib, dan tidak menimbulkan pertikaian, atau jatuh korban. Lancar dan aspirasi tersampaikan.
Waduuh, aku paling takut lah kalau udah aksi demo besar-besaran. Ngeri ditunggangi dan ada yg ndompleng kepentingan lain
ReplyDelete