Ulang Tahun Impian Tanpa Kehadiran Ayah

Ketika menjelang hari ulang tahun tiba, impian seorang anak di seluruh muka bumi ini pasti sama. Ingin merayakannya dan mengundang teman-teman serta sahabat untuk hadir dalam pesta ulang tahun itu. Membuat pesta yang demikian indah dan menyenangkan. Kalau bisa seperti dongeng-dongeng seorang putri yang selalu ada dalam cerita maupun film. Begitu jugalah impian saya. Avy kecil yang waktu itu berumur 10 tahun. 

Merayakan ulang tahun ketika masih TK (dok.pri)

Saya ingat sekali. Terakhir merayakan ulang tahun ketika duduk di Taman Kanak-kanak sekitar tahun 80an. Setelah 5 tahun berlalu, belum pernah saya merayakannya kembali. Karena saya juga tahu diri. Sebagai anak seorang tentara, dengan mempunyai 5 orang saudara. Tentunya merayakan ulang tahun butuh persiapan dan biaya yang tidak sedikit. sedangkan masih banyak prioritas yang  harus didahulukan. Tentunya merayakan ulang tahun bukanlah prioritas yang utama. Biaya untuk pendidikan saya, kakak dan adik-adik, pasti lebih penting dibandingkan hanya sekedar berpesta yang menghambur-hamburkan uang.


Sedangkan waktu itu, merayakan ulang tahun sudah menjadi trend juga dikalangan sekolah maupun teman sepermainan. Saya dan saudara-saudara sering di undang kalau ada teman sekolah atau tetangga merayakannya. Kebahagiaan seorang anak kecil begitu membuncah ketika turut menikmati pesta yang begitu meriah. Dan pesta semacam itupun terpatri dalam angan-angan. Yah, sebatas angan-angan saja. Saya tidak berani minta atau sekedar bertanya kepada ibu maupun ayah untuk bisa merayakan hari ulang tahun impian itu. Apalagi ketika tanggal dan bulan kelahiranku semakin dekat. Ibu yang sibuk dengan kegiatannya sebagai istri tentara dan ayah yang tidak pernah senggang menjalankan tugasnya sebagai pengabdi negara. Seolah tidak peduli atau bahkan lupa dengan hari ulang tahun saya. Saya berusaha menerima keadaan itu dengan lapang dada. Bagaimanapun juga, ayah dan ibu telah mengajarkan gaya hidup yang sederhana dan tidak berlebihan. Serta menerima kondisi orang tua. Tapi semua harapan dan impian itu selalu saya tuangkan ke dalam buku harian. Yang sudah menemani sejak saya mulai bisa membaca dan menulis. Dan cukup setia menampung uneg-uneg si Avy kecil dalam segala hal. Dan ternyata saya tidak pernah menyadari, kalau ternyata buku harian itu di baca juga oleh ibu saya.


Ketika kurang beberapa hari ulang tahunku, ibu memanggilku. Betapa terkejut ketika ibu menyampaikan bahwa aku boleh merayakan ulang tahunku kali ini dan mengundang teman-teman sekolah dan beberapa teman bermain. Tapi dengan catatan, akan dirayakan secara sederhana. Tidak ada kue ulang tahun atau ice cream, melainkan hanya nasi kuning buatan ibu sendiri. 


Tak terkira gembira sekali hatiku menerima kabar itu. Seperti anak kecil umumnya, aku mulai bercerita kepada teman-teman dan tetangga. Dan tidak luput juga kepada teman kerja ayah yang dekat sekali dengan saya, yang kebetulan pangkatnya lebih tinggi. Oh ya, sejak kecil saya tinggal di mess Kodim Madiun. Rumah saya nempel dengan Kodim Madiun, dan tiap hari menjadi jujukan mereka sebelum masuk kantor. Tapi disamping itu, saya juga sering bermain ke kantor ayah. Sehingga banyak kenal dengan teman-teman beliau.


Kembali ke teman ayah saya tadi yang saya ingat betul, namanya pak Mawardi. Rupanya antusias dan kegembiraan saya sangat mengesankan beliau. Kemudian tiba-tiba pak Mawardi memberikan beberapa lembar uang pada saya untuk diberikan kepada ibu. Tentu saja saya kaget melihat uang yang begitu banyak menurut saya. Awalnya saya takut untuk menerimanya. Takut dimarahi ayah, dikira saya minta-minta. Tapi pak Mawardi tetap memaksa dan memberi saran.


"Kamu bisa membuat perayaan ulang tahunmu lebih meriah nduk." demikian kata beliau.


Setelah dipaksa akhirnya uang itupun saya terima dan selanjutnya saya berikan kepada ibu, tentu saja sepengetahuan ayah. Di luar dugaan, ternyata mereka tidak marah. Malah mengatakan bahwa itu adalah kado dan rejeki saya. 


Dan rupanya, uang tersebut oleh ibu dipergunakan untuk menyewa tukang foto guna mengabadikan momen spesial saya tersebut. Waktu itu, menyewa tukang foto merupakan satu hal yang mewah sekali ketika kita mempunyai hajat. Apalagi foto berwarna. Yang hitam putih saja sudah cukup mahal dan membuat bangga. Apalagi foto berwarna, tentunya hari bahagiaku nanti bisa semakin meriah. 


Akhirnya, hari yang ditunggu itupun tiba. Dan karena kebetulan bulan kelahiran saya dan kakak saya yang sulung - mas Yus,  sama-sama di bulan April. Maka perayaan ulang tahun itu untuk syukuran kami berdua. Tentu saja kami bahagia sekali. Yang diundangpun cukup banyak dan suasana sangat meriah.

Saya dan kakak sulung yang sama-sama lahir di bulan April (dok.pri)
Bahagia meskipun tanpa kehadiaran ayah (dok.pri)

Tapi sayang, di balik kebahagiaan saya ada sedikit rasa kecewa. Tepat pada hari ulang tahun saya, ayah tidak dapat hadir untuk mendampingi karena harus piket. Sebagai seorang tentara, ayah memang mempunyai kewajiban untuk tugas piket. Dan sebagai rasa tanggung jawab yang tinggi, beliau tidak pernah mau untuk digantikan orang lain. Meski kecewa, tapi dengan penjelasan dan penuturan yang penuh kasih sayang. Akhirnya saya bisa memahaminya.

Sederhana tapi meriah (dok.pri)
Teman dan tetangga yang hadir (dok.pri)

Kebahagiaan di hari ulang tahun itu tidak terasa berkurang walaupun tanpa kehadiran ayah. Karena kebetulan, tempat piket ayah tidak jauh dari rumah. Saya masih bisa mengantarkan nasi kuning ulang tahun buatan ibu ke tempat ayah bertugas piket bersama beberapa temannya. 


Itulah kisah momen ulang tahun yang menurut saya cukup berkesan dan membahagiakan di sepanjang hidup saya. Tergambar lewat foto-foto yang banyak bercerita tentang suasana saat itu. 



Selamat ulang tahun yang ke 5 Warung Blogger




Post a Comment

Inspiravy
Theme by MOSHICOO