Seperti biasa, setiap pagi
kami selalu bertemu di depan rumah. Karena kebetulan rumah kami berhadapan.
Saya menyapu daun-daun kering yang berserakan di luar pagar. Sedang dia setiap pagi selalu memanasi motor niaga roda 3 yang biasa di pakai jualan setiap harinya.
Tapi pagi ini tidak
seperti biasanya. Saya hanya mendengar suara motor itu cuma sebentar. Sudah selesai merampungkan pekerjaan. Ketika hendak masuk ke dalam rumah, saya melihat dia mengutak-atik
mesin motornya dengan serius sambil berjongkok. Karena penasaran, saya dekatilah dia.
“Kenapa motormu, Sus?” tanya
saya sembari ikut berjongkok di sampingnya. Orang yang saya panggil Susy itu tengah berjibaku di antara peralatan motor
yang berserakan. Nampaknya dia cukup menguasai mesin motor tersebut, melihat keseriusannya dalam mengutak-atik bagian mesin yang nampaknya sumber masalah.
“Emboh mbak, tadi
tiba-tiba kok mati pas tak panasi. Kayake businya kotor.” jawab dia tanpa
menoleh sedikitpun.
Saya hanya menimpali dengan ucapan "oohh..." saja. Kemudian pamit kembali ke rumah, karena khawatir mengganggu pekerjaannya.
***
Namanya Susy. Sudah hampir
10 bulan terakhir ini berjualan kue-kue kering dengan berkeliling di sekitar perumahan
menggunakan motor niaga yang berroda 3. Sebenarnya
terlihat sangat kontras sekali. Motor yang begitu besar itu dikendarai seorang
perempuan yang perawakannya sedang, bahkan cenderung kurus.
Dia memulai kerja
pagi-pagi sekali, sekalian mengantarkan anak bungsunya sekolah. Anaknya itupun duduk terhimpit di antara kue-kue kering. Selanjutnya dia menjajakan dagangan di sekitar perumahan sampai siang. Sekalian menjemput anaknya pulang
sekolah. Kemudian pulang ke rumah, karena harus mempersiapkan kebutuhan
suaminya yang sedang sakit. Seperti masak untuk makan siang dan meminumkan obat yang harus rutin dikonsumsi. Sekitar jam 2 dia
kembali keliling berjualan, sampai menjelang maghrib baru kembali ke rumah.
Begitulah aktifitasnya setiap hari selama seminggu penuh. Termasuk hari minggu. Dimana hari yang seharusnya bisa di pakai untuk beristirahat dan bercengkerama
dengan keluarga, tidak ada dalam kamus hidup Susy sekarang.
Perempuan tegar itu memang
harus bekerja keras untuk menghidupi suami dan ke 3 anaknya. Dikarenakan
kondisi suaminya yang sudah 2 tahun ini terserang penyakit jantung dan stroke,
sehingga tidak mampu untuk bekerja dengan normal. Padahal anak-anaknya harus
sekolah. Belum tuntutan kebutuhan sehari-hari untuk kelangsungan hidup mereka. Termasuk kontrol ke dokter dan membeli obat untuk suaminya. Tentunya semua itu membutuhkan biaya yang
tidak sedikit.
Dulu Susy dan suaminya
termasuk pelaku usaha yang sukses. Meskipun hanya berdagang di pasar, tapi mereka
mempunyai 3 buah toko yang dikontrakkan. Sedang 1 toko untuk berjualan sendiri
yaitu menjual bahan kebutuhan pokok seperti beras, minyak, sabun, gula, kecap
dan lain-lainnya. Darah dagang dan keturunan pebisnis memang kental turun dari
orang tua baik dari pihak Susy yang keturunan Madura dan suaminya yang
keturunan Tionghoa.
Tapi semua itu berubah 360
derajat beberapa tahun yang lalu ketika tiba-tiba suaminya terkena serangan
jantung dan stroke. Sebagai tetangga sayapun cukup terkejut karena sebelumnya tidak
pernah mendengar suami Susy mempunyai sakit berat bahkan sampai kena stroke.
Cerita selanjutnya lebih
mengejutkan. Ternyata kondisi yang memprihatinkan itu tidak hanya berhubungan
dengan kesehatan suami Susy. Usaha mereka pun sudah beberapa tahun ini
terpuruk. Bahkan bisa dikatakan bangkrut karena sekarang mereka sudah tidak
mempunya apa-apa lagi. Toko-toko yang dulu dikontrakkan sudah ludes semua.
Bahkan toko mereka yang menjadi penghidupan selama inipun turut terjual, untuk
menutup hutang-hutang. Tinggal mobil satu-satunya yang dikorbankan untuk biaya
rumah sakit suami Susy. Semua itu disebabkan persaingan bisnis dari sesama
pedagang yang iri dan tidak suka melihat toko mereka lebih ramai. Apalagi konon
kabarnya, jalan yang di tempuh lawan bisnis mereka dengan cara yang tidak masuk
akal. Itu juga diutarakan Susy karena beberapa kali menjumpai hal-hal ghaib di
toko mereka sebelum akhirnya di tutup karena harus berpindah pemilik.
Selanjutnya suaminya sering sakit bahkan sampai suatu saat tidak bisa melakukan
apa-apa selain tiduran saja di kamar selama berbulan-bulan. Otomatis Susy di
tuntut untuk mencari nafkah demi kelangsungan hidup keluarganya. Apapun kerjaan
dilakoninya yang penting halal. Dari membawa dagangan teman untuk di jual lagi,
bikin kue yang dititipkan ke tukang sayur sampai buka warung lontong mie dan
gorengan di depan rumahnya.
Susy tidak pernah patah
semangat dengan keadaan ini. Dia mengerahkan segala kemampuan dan ketrampilannya
seperti memasak dan membuat kue untuk menghidupi keluarganya. Walaupun masih
jauh dari kata cukup, tapi dia selalu optimis serta menjalaninya dengan ikhlas
dan sabar. Itu juga pemahaman yang dia tanamkan kepada ke 3 buah hatinya. Bahwa
tidak selamanya roda itu ada di atas. Mereka juga harus siap untuk menerima
keadaan ketika roda kehidupan itu ada di bawah.
***
Naluri seorang ibu telah
memancarkan kekuatan dan energi yang luar biasa kepada Susy untuk menyelamatkan
kondisi keluarganya. Begitu juga rasa cinta dan kasih sayang yang tulus telah
memberikan semangat untuk melakukan sesuatu buat keluarga tercinta. Dia tidak
malu atau minder meskipun dulu termasuk pengusaha yang sukses, sekarang harus
memulai dari bawah lagi. Bahkan dia tidak menuntut suaminya atau bahkan berniat
meninggalkannya. Karena dia memahami bahwa selama ini mereka sudah cukup
kenyang menghadapi segala macam cobaan selama mengarungi biduk rumah tangga.
Bahkan dulu lebih banyak suka dan bahagia daripada dukanya.
Susy adalah ibu yang menginspirasi. Dan dari pengalaman di
atas dapatlah kita petik pelajaran berharga tentang sebuah pengorbanan seorang
ibu untuk keluarga, suami dan anak-anaknya yang begitu luar biasa. Cinta ibu sangat tulus dan tidak akan tergadaikan oleh apapun.
Selamat Hari Ibu 2015 untuk
semua perempuan hebat di Indonesia…
Post a Comment