Kejadian itu sudah lama. Hampir 6 tahun yang lalu. Tapi
sampai saat ini saya masih sering merasa tidak percaya telah berani mengambil
satu keputusan yang cukup besar waktu itu. Bagaimana tidak. Ketika saya dalam
puncak karir dengan jabatan yang cukup bagus dan gaji di atas rata-rata, tiba-tiba mendapat satu masalah yang cukup
pelik. Saya dihadapkan 2 pilihan yaitu memilih untuk tetap meneruskan karir
tapi anak-anak telantar atau berhenti bekerja dengan resiko tidak akan
mendapatkan pemasukan lagi. Padahal saya bekerja dari sebelum menikah sampai
dikaruniai 3 putra, kurang lebih selama 15 tahunan.
Awalnya ketika tiba-tiba pembantu rumah tangga saya yang bernama Wiwik mau mengundurkan diri. Bisa
kebayang kan, gimana nggak kalang kabut saya dan suami mendengarnya. Apalagi
tidak ada jeda waktu untuk kami mencari penggantinya. Saya sudah minta dia
untuk mundur lagi barang seminggu atau 2 minggu tapi dia tidak mau. Minta
tolong orang tua atau mertua, sepertinya tidak mungkin. Karena orang tua saya
di luar kota, sedangkan mertua juga sudah sangat sepuh. Kalau sekedar mengawasi
masih bisa. Tapi anak saya yang bungsu waktu itu masih berumur 3 tahun. Butuh
seseorang yang khusus menjaga dia. Akhirnya saya mengajukan cuti 2 mingguan,
sambil mencari informasi ke teman atau penyalur asisten rumah tangga. Rencana
gantian dengan suami.
Sampai suatu hari, saya bertemu teman yang pernah mempekerjakan
Wiwik di rumahnya. Tidak berselang lama, saya juga bertemu dengan teman Wiwik
yang pernah tinggal satu kos dan bu kosnya. Seperti di sambar petir saya
mendengar cerita langsung dari mulut
mereka yang cukup mengenal dekat Wiwik.
Dari teman saya, dia menceritakan bahwa ternyata Wiwik
orangnya panjang tangan. Tidak hanya uang yang di ambil. Tapi juga baju dan
peralatan rumah seperti piring dan gelas. Sedangkan dari teman satu kosnya,
meluncur pengakuan kalau Wiwik sering berlaku kasar pada anak saya, Adham.
Sehari-hari Adham di bawa ke rumah kos dia, dari siang sampai sore. Padahal
saya tidak pernah mengijinkan Wiwik meninggalkan rumah selama jam kerja dia
yaitu jam 07.00 – 17.00 WIB. Karena selain Adham yang masih 3 tahun, ada
kakaknya yang berumur 10 tahun juga harus di awasi dan di jaganya. Tapi
kenyataannya justru anak saya terlantar sendirian di rumah, bahkan seharian
mainan game online di warnet.
Dari kumpulan cerita yang cukup mengagetkan itu, seperti
membuka mata hati dan nurani saya sebagai seorang ibu. Ternyata tanpa saya
sadari hampir 3 tahun saya sudah menitipkan anak saya pada orang yang salah. Betapa
selama ini anak saya hidup di bawah tekanan orang yang tidak hanya sadis tapi
juga tidak punya naluri keibuan.
Akhirnya saya harus #BeraniLebih dalam mengambil keputusan. Sebelum
semuanya terlambat. Setelah cuti saya habis, dengan tekad bulat saya mengajukan
untuk mengundurkan diri dari pekerjaan. Dan saya yakin, pasti banyak yang bisa
saya kerjakan meskipun hanya di rumah. Salah satunya adalah menulis.
Karena setinggi apapun jabatan, sesukses apapun karir dan sebesar apapun gaji yang saya terima. Tapi kalau anak-anak saya tidak
mendapatkan hak sebagaimana mestinya, saya merasa telah gagal menjadi seorang
ibu.
Facebook : https://www.facebook.com/avysaja
Twitter : @mbak_avy
Post a Comment