Tragedi Buah Apel

Sebenarnya kejadian ini sudah cukup lama banget, sekitar tahun 1999. Waktu itu saya bekerja sebagai Sekretaris GM salah satu mall di Surabaya. Tapi setiap menginjak bulan ramadhan, saya pasti teringat peristiwa yang menurut saya cukup lucu, konyol dan sedikit berbau “horor”.

Hari itu (saya lupa tepatnya hari apa) kegiatan saya cukup padat. Skejul saya hampir selalu bersaing dengan skejul bos. Karena sebagai Sekretaris GM, saya tidak saja harus bisa meng-handle kerjaan dia tapi juga mewakili apabila ada acara yang bentrok dan tidak bisa dihadirinya. Kadang saya merasa cukup beruntung, dengan begitu relasi saya semakin luas dan hampir kebanyakan dari kalangan pengusaha.

“Avy, saya sudah di lokasi RUPS. Kamu jam 9 ke notaris, urus surat-surat yang belum selesai sampai beres.Harus hari ini tuntas. Setelah makan siang, jemput Mr. Yap ke Juanda langsung antar ke hotel tempat RUPS. Habis itu kamu antar surat MOU ke tenant yang bersangkutan. Kalau ada problem, sms aja. Mungkin saya nggak bisa terima  telpon…”

Catatan kecil di post-it kuning menempel di atas meja kerja saya. Itu sudah biasa. Komunikasi kami kalau tidak telpon, sms ya hanya menggunakan catatan kecil di kertas post-it warna kuning. So far sangat lancar, nyaman dan cukup komunikatif. Di samping kami hampir seumuran, beliau orangnya simple, gak ribet, gak keminter apalagi sok bos. Kadang malah saya yang merasa menjadi bos-nya hehehehe….

Hari itu sedang ada Rapat Umum Pemegang Saham seluruh managemen perusahaan. Biasanya nonstop dari pagi sampai malam, dan tidak bisa di ganggu. Sebelum mengerjakan tugas dari bos, saya berusaha menyelesaikan dahulu pekerjaan yang kemarin belum selesai.

Jam 9 kurang, saya sudah bersiap untuk pergi ke notaris. Waduuuuhh…saya baru ingat kalau hari ini sopir yang biasa nganter sudah 3 hari gak masuk, karena sakit. Secara reflek, saya buka laci meja kerja si bos. Alhamdulillah….kunci mobilnya ada. Kebiasaan bos memang selalu menyimpan kunci mobil di laci meja kerjanya. Jaga-jaga kalau setiap saat saya membutuhkan tanpa harus ijin ke dia, selama itu urusan kantor.

Singkat cerita, saya berangkat ke notaris dan menyelesaikan semua urusan sampai tuntas (sesuai petunjuk bos). Jam menunjukkan pukul 12.15, saya harus langsung ke Juanda untuk menjemput Mr. Yap (orang Korea yang juga salah satu pemegang saham perusahaan). Untung tidak macet dan untung lagi pesawatnya dari Jakarta tidak delay. Saya antar Mr. Yap ke hotel tempat lokasi RUPS tanpa menawari dia makan siang. Karena pasti akan bergabung dengan yang lain sekalian acara makan siang. Sedangkan saya, perut sudah melilit-lilit gak karu-karuan. Sebenarnya waktu itu sedang bulan ramadhan. Tapi saya pas kebetulan lagi tidak puasa, jadi cacing-cacing di perut juga tidak puasa. Makanya teriak-teriak minta segera diisi. Tapi kok rasanya malas mau mampir cari makan, sendirian lagi…

Tiba-tiba handphone saya bunyi, tanda ada sms masuk…

“Avy, handphone saya ketinggalan di laci meja. Tolong belikan parcel buah lalu kirim langsung sekarang juga ke Mr. Lee di Rumah Sakit Budi Mulia kamar……”

Dari bos, meminjam handphone pimpinan saya lain divisi. Ya sudah, saya putar balik menuju Hoky supermarket khusus buah. Kebetulan juga, untuk sementara saya bisa mengganjal perut saya dengan buah apel. Mungkin saking laparnya, saya sudah habis 1 buah dan masih mengambil lagi untuk saya makan. Nyampe di rumah sakit Budi Mulia, apel yang tinggal setengah saya taruk begitu saja di samping hand-rem. Saya harus berjalan lebih cepat untuk mengantarkan buah ke Mr. Lee, karena saya nggak mau kesorean untuk nganter surat MOU ke tenant (penyewa mall).

Selesai dari rumah sakit, saya langsung mengantar surat MOU ke beberapa tenant. Untung sebelum maghrib semuanya kelar. Karena saya pengen nemenin buka puasa suami dan anak-anak di rumah.

***

Keesokan harinya, saya kaget ketika sampai di kantor – si bos sudah berada didalam ruangannya bersama sang istri. Wajah keduanya tampak masam, cemberut dan di tekuk  berlapis-lapis. Dengan santainya saya menyapa mereka, pura-pura tidak tahu apa yang sesungguhnya terjadi dan memang gak pengen tahu juga.

“Selamat pagi pak… bu…”

Tanpa menunggu jawaban mereka, saya kembali ke meja maunya langsung duduk, ketika suara bos memanggil sedikit nyaring…

“Avy….masuk sini!”

Deggg… Saya kaget mendengar suaranya yang agak tinggi. Waduh, udah gak enak nih perasaanku. Jangan-jangan saya mau dilibatkan sebagai saksi atau alibi untuk urusan intern mereka. Meskipun selama menjadi Sekretaris beliau hampir tidak pernah ada masalah dengan keluarganya, saya juga tidak pernah dilibatkan lebih jauh dalam urusan pribadi bos. Di samping itu saya kenal cukup dekat dengan istrinya, bu Reni.

Saya langsung masuk dan duduk di depan bos tepat di samping istrinya. Wajah bu Reni – istri bos, lebih kacau lagi.

“Ini apel punya siapa? Kenapa kok bisa ada di mobil saya? Kemarin siapa saja yang make mobil saya? Kenapa kok gak ijin dulu?”

Saya kaget dibombardir pertanyaan-pertanyaan dengan nada yang sedikit marah.

Setelah beberapa menit, akhirnya saya bisa menguasai keadaan. Selama ini jarang sekali harus minta ijin untuk make mobil dia, apalagi kondisi urgent. Sudah komit dari awal. Mungkin kalau tidak ada bu Reni, biasanya kami sudah saling eyel-eyelan. Tapi masih dengan sedikit heran, aku coba jelaskan…

“Maaf, itu apel saya pak…. Kemarin cepet-cepetan dan di kejar waktu, saya tidak sempat makan siang. Saya makan apel sambil nyetir, dan lupa membuangnya. Kan pak Yono gak masuk, jadi saya bawa mobil bapak sendirian”

Suara saya sedikit tergetar, dipengaruhi cemas dan bingung karena ditatap juga oleh bu Reni dengan tajam. Saya bener-bener seperti seorang terdakwa, tapi bingung kenapa kok masalah apel aja jadi serius banget.

Si bos sama bu Reni saling bertatapan. Membuat aku bertambah bingung dan heran.

“Avy, sekarang tolong jelasin ke bu Reni. Kemana saja saya kemarin seharian. Dan jangan lupa tolong jelasin juga, kenapa apel ini bisa ada di mobil saya. Mana ada bekas lipstick dan  bau parfum yang masih nempel di jok mobil saya. Saya capek jelasin ke dia, tapi dia gak mau tahu…”
Oalaaaaaahhhh….. Saya baru mengerti duduk persoalannya. Apalagi bu Reni bercerita masih dengan nada yang menggebu-gebu karena emosi, marah dan sebel sama suaminya.

Kemarin seharian bu Reni tidak bisa menghubungi pak Anton, karena di samping sedang ada RUPS memang handphone pak Anton ketinggalan di laci mejanya. Sudah seminggu ini bu Reni yang sedang hamil 4 bulan, ngidam buah apel. Dia maunya dibeliin sang suami. Padahal sudah seminggu ini pak Anton repot dengan persiapan rapat RUPS. Jangankan mampir untuk beli apel, setiap hari dia pulang dari kantor setelah jam 2 pagi. Ketika bu Reni melihat ada apel di mobil pak Anton, jadi marah besar. Dia melihat apel bekas gigitanku yang ada bekas lipstik itu, seperti mengejeknya. Apalagi bau parfumku masih sangat tajam tertinggal di jok mobil pak Anton. Aku akui memang beberapa kali semprot-semprot parfum, karena kemarin jadwalnya menjemput tamu dan bertemu beberapa klien. Jadi harus selalu wangi dan fresh dong….

Untunglah kesalahpahaman itu bisa langsung diatasi dan selesai. Sebagai permohonan maaf, aku minta pak Anton untuk segera membelikan buah apel yang sudah diidamkan bu Reni lebih dari seminggu. Kalau tidak pengen calon anaknya nanti ngileran…

***

Catatan harian, 02 July 2014
Pukul : 02.07 WIB

Post a Comment

Inspiravy
Theme by MOSHICOO